Berbagai Sisi Kisah Yogyakarta di Masa Revolusi 1945-1949

Strategi propaganda Belanda dalam periode revolusi kemerdekaan adalah menekankan bahwa nasionalisme Indonesia tipis dan dukungan rakyat lemah. Propaganda tersebut dilakukan di mana-mana, bahkan di daerah inti republik seperti Yogyakarta. Tetapi strategi ini tidak pernah berhasil.

Sultan Yogyakarta (dan Paku Alam) adalah pendukung Republik Indonesia yang setia dan sangat kuat. Semangat nasionalisme juga tetap menancap dalam hati rakyat. Yogyakarta merupakan daerah Republik, di mana sinergi masyarakat dan pemerintah dapat diwujudkan. Keduanya bekerja sama mempertahankan serta membangun daerah. Konflik internal hampir tidak ada, kalaupun ada karisma Sultan sangat berpengaruh dalam menyelesaikannya.

Berbagai cara digunakan dan ditunjukkan oleh rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan dan membela kemerdekaan. Seniman dan sastrawan mewujudkan dalam bentuk tulisan, gambar, poster atau mural yang mendukung semangat perjuangan.

Berbagai laskar dan juga tentara, baik secara bergerilya maupun terang-terangan menyerang tentara Belanda. Rakyat dengan besar hati menyediakan logistik makanan. Di pedesaan selain makanan rakyat juga menyediakan tempat tinggal baik untuk pejuang maupun rakyat sipil yang mengungsi.

Dalam perjuangan ini peran pemuka agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha) juga tidak kalah penting. Mereka selalu memberi motivasi pada umatnya bahwa perjuangan yang dilakukan adalah perjuangan yang suci. Tak jarang mereka terjun langsung dalam perjuangan.

Dalam perjuangan, perempuan juga berperan besar. Sebagai tenaga medis atau palang merah, mencari dan menyediakan logistik, menjadi mata-mata bahkan berjuang di garis depan. Dalam buku ini juga ditulis tentang peranan kaum yang “terpinggirkan” seperti pencopet, pelacur, pengemis dan gelandangan. Bahkan untuk mereka dibentuk suatu organisasi khusus. Salah satu peran mereka adalah menunjukkan ‘jalan-jalan tikus’ kepada gerilyawan ketika menyusup masuk dan meninggalkan kota atau menjadi mata-mata.

Revolusi selain ‘menyajikan’ kisah heroik juga menyajikan kisah menyedihkan. Mereka yang gugur, kehilangan harta benda secara paksa, menjadi frustasi dan gila, bahkan kehilangan harga diri dan kehormatan.

Judul: Gelora di Tanah Raja. Yogyakarta pada Masa Revolusi Fisik 1945 – 1949
Penulis: Sri Margana, dkk
Penerbit: Dinas Kebudayaan, 2020, Yogyakarta
Bahasa: Indonesia
Jumlah halaman: vii + 230 Koleksi Perpustakaan Tembi Rumah Buday

Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×